Narasumber Forum Diskusi Publik dengan Moderator
Dilihat 413
Diposting pada Sabtu, 29 Juni 2024
Jayapura — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru saja menggelar
acara Forum Literasi Demokrasi yang bertemakan ‘Harmoni Tradisi dan Modernitas:
Inovasi Kreasi Anak Muda Papua’ pada hari Kamis (27/6) di Gedung Pertemuan
Papua Youth Creative Hub, Kota Jayapura, Provinsi Papua.
Usman Kansong Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo
dalam sambutannya mengatakan bahwa
dirinya merasa sangat bangga akan adanya Papua Youth Creative Hub yang
telah menjadi sarana atau medium bagi anak muda Papua untuk berkreasi,
mengembangkan serta mengekspresikan diri di segala bidang kreativitas.
Usman juga mengajak anak-anak muda Papua untuk keluar dari zona nyaman
dan berani menjadi seorang entrepreneur atau pengusaha yang dapat menyediakan
lapangan pekerjaan, terlebih Indonesia akan segera menghadapi bonus demografi
tahun 2030 mendatang.
“Pada tahun 2030, kita akan menghadapi bonus demografi, suatu kondisi
ketika usia produktif berada dalam angka terbesar dalam struktur kependudukan
Indonesia. Ketika usia produktif jumlahnya banyak, artinya kebutuhan lapangan
pekerjaan juga besar. Bayangkan kalau kita semua hanya kepikiran menjadi
pegawai atau karyawan maka tentunya akan terjadi banyak pengangguran sebab
lapangan pekerjaan tidak bertambah” ujar Usman.
“Papua Youth Creative Hub dibangun oleh pemerintah sebagai implementasi
serta pengejawantahan komitmen pemerintah untuk membangun pusat pengembangan
dan pemberdayaan talenta Papua sebagai motor penggerak sumber daya manusia dan
ekonomi Papua. Jadi ini merupakan sarana pendidikan sekaligus sarana untuk
menumbuh kembangkan ekonomi kreatif di Papua” ungkapnya lebih lanjut.
Acara ini juga menghadirkan tiga orang narasumber yang jadi pembicara
utama dalam sesi diskusi, mulai dari Avelinus Lefaan, Dosen Universitas
Cenderawasih, Jayapura, Yunita Alanda Monim, Putri Indonesia Papua 2023 serta
Meilaine Osok selaku Sekretaris Jenderal PYCH.
Sebagai pembicara pertama pada sesi diskusi tersebut, Avelinus Lefaan
mendorong agar anak-anak muda untuk segera mendapatkan pekerjaan setelah
menyelesaikan pendidikannya serta mandiri dalam menentukan jalan hidup yang
akan ditempuh kedepannya tanpa menunggu-nunggu bantuan dari pihak lain.
“Ilmu tidak terbatas di kampus, dosen hanya mengajar 30 persen
sedangkan 70 persen lain anda harus
mencarinya sendiri. Dunia ini tidak akan memanjakan anda, pemerintah tidak akan
bisa menjaminkan suatu pekerjaan namun mereka hanya bisa memberikan kebebasan
serta memfasilitasi masyarakat agar bisa bekerja” ujar Avelinus.
Sementara itu Yunita Alanda Monim menyebutkan bahwa dalam rangka
menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas, dirinya selalu menampilkan
bahwa dia adalah orang Papua kemanapun dirinya pergi. Maka dari itu apa saja
yang dia gunakan serta lakukan harus selalu disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya Papua.
“Banyak orang yang bilang cinta Papua, tapi kebanyakan tidak menerapkan
nilai-nilai budaya Papua tersebut. Secara tidak sadar kita hanya bicara di
mulut saja tetapi tidak menunjukkannya lewat perilaku” ungkap Yunita.
Terakhir, Meilaine Osok yang membicarakan soal identitas budaya
menyoroti tentang cara mempertahankan identitas budaya yang salah sehingga
menutup diri dari modernisasi yang pada akhirnya hanya akan merugikan
masyarakat itu sendiri.
“Lantas bagaimana caranya kita mempertahankan identitas budaya?
Pertama, kita harus kenali dulu apa yang sudah berubah, kemudian hadirkan diri
diri kita pada zaman itu, lihat sekeliling kita serta kenali diri kita sendiri
sehingga hal itu dapat menjadi acuan untuk kembali kepada akar kita. Tetapi itu
tidak akan menjadi suatu penghambat untuk menutup diri dari modernisasi,”
tandasnya.
Dengan diadakannya kegiatan yang dihadiri sekitar
150 mahasiswa dan masyarakat umum ini, diharapkan para pemuda Papua semakin
terdorong untuk terus berinovasi dan berkreasi, serta mampu menjadi penggerak
utama dalam menghadapi tantangan bonus demografi 2030.