Museum Penerangan, Tampilkan Kejayaan dari Masa ke Masa Sebelum Era Digitalisasi

Oleh Zhulla

Dilihat 42

Diposting pada Selasa, 13 Agustus 2024

Jakarta, Senin 5 Agustus 2024: Tidak seperti museum pada umumnya, Museum Penerangan di Taman Mini Indonesia Indah, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur ini tetap buka pada hari Senin. 

Ketika hadir di Muspen demikian sering disebut, pengunjung akan disambut tugu Api nan Tak Kunjung Padam yang melambangkan semangat petugas penerangan.  

Tugu ini dikelilingi lima patung juru penerang dan air mancur yang melambangkan hubungan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, dan media massa. 

Museum ini lahir dari gagasan Tien Soeharto kepada H. Harmoko selaku Menteri Penerangan Republik Indonesia saat itu. Muspen menempati lahan seluas 10.850 m2 dengan luas bangunan 3.980 m2, dan diresmikan pada 20 April 1993 oleh Presiden Soeharto. 

Muspen merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Direktoran Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

Tidak melupakan sejarah, kentongan yang merupakan salah satu alat komunikasi tradisional di Pulau Jawa yang terbuat dari kayu, bambu dan batang pohon kelapa, yang mempunyai rongga atau resonansi untuk menimbulkan suara keras, juga diwujudkan dalam bagian puncak gedung dengan tampilan silinder.

Sedangkan tiga lantai di dalam gedung melambangkan kehidupan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.

Di lantai satu, terdapat lebih dari 100 alat komunikasi yang pernah dipakai bangsa Indonesia, mulai dari kentongan, koran, koleksi radio yang dahulu dibawa penjajah, televisi, kamera, dan banyak lainnya. 

Cikal bakal radio pertama di Indonesia, RRI/dan 

contoh radio transistor Tjawang yang merupakan buatan lokal di darrah Cawang, Jakarta dipamerkan. Juga radio ralin Philips dan Radio Telefunken yang diproduksi di luar negeri.

Motor yang menemani Wakil Presiden Adam Malik untuk berkeliling. Motor itu merek Cyrus Sundapp 49cc. 

Kendaraan-kendaraan yang ada di museum ini juga disebut dengan Muviani, adalah kendaraan yang selalu dipakai juru penerang. 

Selain kendaraan ada juga meja putar piringan hitam yang digunakan RRI mulai tahun 1958 ditempatkan di kamar kontrol siaran sebagai kelengkapan peralatan studio untuk menunjang siaran sehari-hari.

Terdapat juga satu dari 10 ribu televisi bermerek ralin Philips produksi Jerman yang dulu sempat disebarkan di Indonesia untuk menyaksikan Asian Games IV tahun 1962 yang diselenggarakan di Jakarta. 

Set film televisi Si Unyil juga ada di Museum Penerangan. Film ini awal ditayangkan pada 5 April 1981 di TVRI. Unyil sangat dekat dengan kehidupan keseharian karena memang menceritakan kehidupan keseharian anak seorang petani.

Di museum ini terdapat juga bukti fisik mesin ketik huruf Jawa, mikrofon RRI Balong, pesawat penerima televisi pertama di Indonesia, kamera perekam pelantikan Presiden Soehaarto pada 1971, sepeda motor juru penerang, seragam juru penerangan, bahkan kamera untuk membuat film pertama buatan Indonesia, Darah dan Doa yang syuting hari pertamanya pada 30 Maret 1950. Kelak tanggal yang sama diperingati sebagai hari film nasional. Film ini mengisahkan cerita Komando Daerah Militer III/Siliwangi dan pemimpinnya Kapten Sudarto saat berkirab menuju Jawa Barat.

Berbagai penghargaan di ajang perfilman juga dipamerkan, sebutlah Piala Bing Slamet, Piala Citra, Piala Sjaiful Bachri, Piala Vidia Wydya, Piala Kartini, dan Piala Ismail Marzuki terpampang rapi.

Selain peralatan yang berada di dalam museum, di luar terdapat mobil-mobil bersejarah berjajar dengan rapi, antara lain mobil siaran luar Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI). 

Wildan Humas sekaligus pemandu Museum Penerangan, menjelaskan museum ini merupakan miseum bertema komunikasi terlengkap di Indonesia, sebelum era digital.

Dean, edukator Museum Penerangan menjelaskan animo masyarakat untuk datang ke museum mencapai 1.000 hingga 2.000 pengunjung per bulan. "Kami buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 15.00 WIB. Kami undang seluruh masyarakat untuk hadir dan menikmati berbagai informasi dari museum ini tanpa dipungut biaya."

Terlihat di bagian ujung museum, Andia Sumarno seorang ahli konservasi dan restorasi sedang mengamati arkeolog Heni. Mereka bekerja bersama mengerjakan restorasi patung dari resin di bagian Diorama Penerangan melalui sambung rasa. "Secara berkala kami hadir di museum ini untuk melakukan restorasi, kali ini ada 9 lokal. Ada yang berdebu, patah, rusak, kami berusaha mengembalikan seperti semula," jelasnya. 

Setiap benda tergantung dari bahanmya mendapatkan perlakukan khusus dan berbeda. Benda-benda di Museum Penerangan ini umumnya haya berdebu dan terlihat sangat terawat. 

0
0
0
0
9

Bagikan berita